Kasus perjudian dengan
menggunakan sarana internet dan SMS dapat dibongkar petugas unit Resmob
dan Buncul Satreskrim Polwiltabes Semarang.
Lima orang bandar ditangkap berikut barang buktinya. Mereka bandar judi
jenis togel Singapura dan menjajakan kupon di daerah Salatiga. “Mereka
kami tangkap berkat laporan dari masyarakat. Setelah kami selidiki dan
lakukan penyelidikan, jaringan judi jenis togel Singapura ini kami
bongkar. Lima orang bandar kami amankan,” ungkap Kapolwiltabes Semarang
Kombes Drs Masjhudi melalui Kasat Reskrim AKBP Roy Hardi Siahaan SIK SH
MH, Senin (16/2).
Tersangka
Pokim alias Bagas (37) warga Kumpulrejo III, RT 7 RW 3, Gedongan,
Tingkir, Salatiga; Sulistyono (39) warga Jl Flamboyan RT 4 RW 4, Jombor,
Tuntang, Kabupaten Semarang; Gustaf Watente (29) warga Jl Purnasari RT 3
RW 2, Kemijen, Semarang Timur; ditangkap di Jalan Sudirman. Adapun dua
tersangka yang ditangkap belakangan, yakni Yulianto (35) dan Sri Lestari
(28) warga RT 9 RW 4, Pancuran, Tingkir, Salatiga, dibekuk di
kediamannya masing-masing.
Sehari,
omzet yang didapat dari kelompok Pokim bisa mencapai Rp 5 juta lebih.
Dari kelima tersangka, polisi mengamankan uang tunai Rp 1.850.000, lima
ponsel, sebuah STNK, dan sejumlah rekapan nomor judi togel. Dalam
praktiknya, kelima tersangka berjualan dengan sembunyi-sembunyi dan
hanya mau menerima pelanggan yang dikenal. “Kalau SMS atau telepon harus
saya kenal nomornya. Kalau tidak, ya tidak saya layani. Kami hanya
meladeni orang tertentu dan dikenal saja,” ungkap Pokim ketika dimintai
keterangan Kasat Reskrim. Pokim mengaku baru buka togel beberapa minggu
lalu. Setiap yang pasang satu nomor dengan taruhan Rp 1.000, akan
mendapat Rp 60 ribu jika nomor tebakannya keluar.
Polisi
masih akan mengembangkan penyelidikan untuk mengetahui dan mengungkap
apakah ada jaringan kelompok lain. Termasuk siapa-siapa pelanggan tetap
dan kemungkinan adanya bandar yang lebih besar. Kelima bandar tersebut
akan dijerat dengan Pasal 303 KUHP tentang perjudian dengan ancaman
hukuman penjara maksimal 10 tahun. (Suara Merdeka, 17 Februari 2009)
Judi Online Bola, Transaksi Pembayaran Cukup via Ponsel
Kasus
judi tiba-tiba saja menyentak perhatian banyak warga Kota Semarang. Itu
setelah Tim Cybercrime Mabes Polri menangkap Aryanto Wijaya warga Jl
Ciliwung Raya, 27 Desember 2006 lalu, yang diduga salah seorang bandar
judi online bola. Peminatnya, sebut saja Wing (38). Warga yang tinggal
di Candisari, mengaku salah satu peminat judi online bola Liga Inggris.
Dia berkelompok dengan lima rekan lainnya. Tapi mengaku tidak kenal
bandarnya. ”Saya cukup pakai handphone (HP) ini untuk pemasangan dan
pembayarannya,” tutur dia sambil menunjukkan telepon seluler Nokia
9500i. Dengan telepon itu, dia kerap menerima transaksi hasil keuntungan
dari permainan tebak-tebakan skor pertandingan sepakbola. ”Ya kalau
tebakannya masuk (benar), rekening saya otomatis langsung bertambah. Ini
bisa langsung dicek di HP. Kan pakai sistem telepon banking. Jadi transaksinya secara online,” tutur dia, yang minta ditulis menggunakan nama samaran.
Sementara
itu, Direksrim Polda Jateng Kombes Drs Masjhudi mengatakan, kasus
kejahatan dunia maya itu memang sepenuhnya ditangani Mabes Polri. Karena
menyangkut kejahatan lintas provinsi dan diperlukan perangkat serta
personel yang memiliki kemampuan khusus.Kendati demikian, pihak siap
mem-backup tugas pengembangan pengungkapan kasus itu bila ada perintah
dari Mabes Polri. ”Tersangka yang ditangkap dan barang buktinya semua diamankan Mabes Polri,” tutur dia, Kamis (1/2) (Suara Merdeka, 2 Februari 2007)
Analisa
Pemanfaatan
Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku
masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah pula menyebabkan hubungan
dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi,
dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi
Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan
kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban
manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Saat
ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber
atau hukum telematika. Hukum siber, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan (TIK). Demikian
pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang
juga digunakan adalah hukum teknologi informasi, hukum dunia maya, dan
hukum mayantara. Istilah tersebut
lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem
komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global
dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang
merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual.
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan
penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara
elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan
perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Kasus judi online
seperti yang dipaparkan diatas setidaknya bisa dijerat dengan 3 pasal
dalam UU Informasi dan Transaksi Elektonik (ITE) atau UU No. 11 Tahun
2008. Selain dengan Pasal 303 KUHP menurut pihak Kepolisian
diatas, maka pelaku juga bisa dikenai pelanggaran Pasal 27 ayat 2 UU
ITE, yaitu “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian”.
Oleh karena pelanggaran pada Pasal tersebut maka menurut Pasal 43 ayat
1, yang bersangkutan bisa ditangkap oleh Polisi atau “Selain Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang
tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik”. Sementara sanksi
yang dikenakan adalah Pasal 45 ayat 1, yaitu “Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”